Selasa, 23 Juli 2013

Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa


 Seperti sudah diketahui dari definisi puasa bahwa puasa adalah:

Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan berniat.
Oleh karena itu mulai dari terbit fajar shadiq sebagai pertanda masuknya waktu shalat Subuh, seorang yang berpuasa sudah harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya sampai matahari terbenam di penghujung siang. Jikalau tidak, berarti puasanya batal. Ini berdasarkan firman Allah Swt.:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ  
… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam… 
Maknanya diizinkan untuk mengkonsumsi makan dan minum sampai terbit fajar dan tidak lagi diizinkan untuk makan dan minum setelah itu sampai terbenam matahari.
Dan sunnah Rasul Saw.:
 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “ إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَاهُنَا ، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَاهُنَا ، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ 
“Rasul Saw. Bersabda; apabila malam sudah datang dari arah sini (timur) dan malam beranjak dari arah sini, mataharipun tenggelam, maka sudah masuk waktu untuk berbuka bagi orang-orang yang berpuasa.”
Dalam tulisan ini, mari kita kupas hal- hal yang membatalkan puasa:
1.   Makan dan minum.
Umat islam telah bersepakat (ijma`) bahwa apabila ada orang yang makan dan minum dengan sengaja dan Ia mengetahui bahwa perbuatan itu adalah haram, maka puasanya batal, karena menahan diri dari makan dan minum adalah faktor esensi dari pelaksanaan ibadah puasa. Sedangkan perbuatannya bertentangan dengan pelaksanaan puasa tanpa ada udzur. Seperti yang dipaparkan di dalam Al Qur`an:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ  
… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam… 
Jikalau seandainya ada sisa-sisa makanan di sela-sela gigi, kemudian terkena air ludah tanpa bermaksud mengkonsumsi sisa-sisa makanan yang ada, puasa tidak batal, dengan syarat apabila saat itu sulit untuk memisahkan mana air ludah dan mana sisa-sisa makanan yang terkonsumsi. Ketika itu diberikan dispensasi dan tidak dianggap menyengaja mengkonsumsinya.
Apabila ada yang makan dan minum karena lupa (tanpa sengaja), maka puasanya tidak batal. Berdasarkan hadits dari Abi Hurairah Ra.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
Dari Abu Hurairah Radliallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Jika seseorang lupa lalu dia makan dan minum (ketika sedang berpuasa) maka hendaklah dia meneruskan puasanya karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum” (HR. Bukhari).
Seolah-olah Allah telah memberinya rizki di bulan Ramadhan kepada orang yang berpuasa. Ini disebutkan secara redaksional pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
2. Memasukkan sesuatu benda ke dalam rongga tubuh melalui lobang yang terbuka.
Benda yang dimaksud adalah setiap benda yang bisa ditangkap oleh indra manusia normal, besar ataupun kecil, meskipun sesuatu yang biasanya tidak dimakan, seperti benang dan jarum.
Rongga yang dimaksud adalah: bagian otak dan semua bagian organ tubuh yang berada setelah kerongkongan sampai kepada lambung dan usus-usus. Beda halnya dengan sesuatu yang masuk ke dalam rongga tidak melalui lobang yang terbuka, seperti melalui pori-pori, dll.
Lobang yang terbuka adalah: mulut, kedua lobang hidung, kedua lobang telinga, qubul(kemaluan), dubur (anus), dll.
Syarat sesuatu yang dimasukkan itu bias membatalkan puasa adalah, apabila dimasukkan dengan sengaja, bukan karena terpaksa/tidak bisa dihindari, seperti halnya debu atau lalat yang masuk tanpa disadari.
Berdasarkan keterangan diatas, maka;
Jikalau ada yang memasukkan sesuatu dari lobang-lobang yang terbuka dengan sengaja dan tanpa paksaan dari orang lain, maka puasanya batal. Ia wajib mengganti (qadha`)puasa di hari lain di luar bulan Ramadhan.
Jikalau ada yang mengkonsumsi sesuatu melalui perantara lobang hidung, puasanya batal.
Jikalau ada yang meneteskan sesuatu melalui telinga atau mengorek telinga, maka puasanya batal.
Jikalau ada yang memakai obat tetes mata, puasanya tidak batal, meskipun ia merasakan adanya rasa pahit dan semisalnya di dalam rongga. Karena tempat masuknya adalah mata, bukan lobang yang terbuka.
Jikalau ada yang diinjeksi (suntik) saat berpuasa, puasanya tidak batal, karena suntik tidak dimasukkan pada lobang terbuka, tapi di tempat yang memang tidak ada lobang yang menyalurkan ke dalam rongga, yaitu kulit.
Air ludah selama masih berada di dalam mulut meskipun tertelan kembali, tidak menyebabkan batal puasa. Karena hal tersebut sulit untuk menghindarinya bagi setiap orang yang masih hidup. Tetapi Jikalau air ludah sudah dikeluarkan dari mulut, kemudian ditelan kembali, maka puasanya batal. Begitu juga ketika air ludah yang masih ada di dalam mulut tetapi sudah bercampur dengan najis dan tertelan, seperti ada orang yang gusinya berdarah dan ia tidak mencucinya atau meludahkannya, maka puasanya batal.
Seseorang yang berwudhu` boleh untuk berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidungnya di siang hari, akan tetapi tidak boleh sampai ke pangkal hidung, apalagi masuk ke dalam. Jikalau Ia memasukkan air sampai ke pangkal hidung dan air masuk ke dalam atau berkumur-kumur sehingga air masuk ke dalam kerongkongan, puasanya batal.
Jikalau ada orang yang menyuntikkan sesuatu melalui dubur (anus), kadarnya sedikit atapun banyak, maka itu membatalkan puasanya. Karena ia telah memasukkan suatu benda ke dalam lobang yang terbuka dengan sengaja, meskipun zat yang dimasukkan tidak sampai ke usus dan lambung.
Jikalau ada perempuan yang meneteskan sesuatu ke dalam lobang air seni atau kemaluannya meskipun tidak sampai ke kantong kemih, maka puasanya batal, karena Ia telah memasukkan suatu benda ke dalam lobang yang terbuka dengan sengaja.Termasuk meskipun ia cuma memasukkan jari tangan ke dalam lobang kemaluannya.

Senin, 22 Juli 2013

Fenomena Akhir Zaman


 5.      Orang shalih dihina dan orang jahat dimuliakan, ditutupnya pintu amal, dan selain kitabullah dijadikan panduan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مِنْ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ أَنْ تُرْفَعَ الأَشْرَارُ وَ تُوْضَعَ الأَخْيَارُ وَ يُفْتَحَ الْقَوْلُ وَ يُخْزَنَ الْعَمَلُ وَ يُقْرَأُ بِالْقَوْمِ الْمَثْنَاةُ لَيْسَ فِيْهِمْ أَحَدٌ يُنْكِرُهَا قِيْلَ : وَ مَا الْمَثْنَاةُ ؟ قَالَ : مَا اكْتُتِبَتْ سِوَى كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ

“Diantara (tanda) dekatnya hari kiamat adalah dimuliakannya orang-orang yang buruk, dihinakannya orang-orang yang terpilih (shalih), dibuka perkataan, dan di kunci amal, dan dibacakan Al Matsnah di suatu kaum, tidak ada pada mereka yang berani mengingkari (kesalahannya)”. Dikatakan: “Apakah Al Matsnah itu ? beliau menjawab: “Semua yang dijadikan panduan selain kitabullah ‘Azza wa Jalla”. (HR Al Hakim).[1]
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tiga kejadian, yang pertama adalah dimuliakannya orang-orang yang buruk yang suka bermaksiat sebagaimana yang kita saksikan kaum muslimin terutama di negeri kita ini, para bintang film dan penyanyi yang tak malu berbuat maksiat kepada Allah dijadikan sebagai idola dan suri tauladan, sementara orang-orang shalih dipandang dengan mata kebencian dan penghinaan, mata mereka telah ditutupi oleh kabut gemerlapnya dunia.
Yang kedua adalah ditutupnya pintu amal akibat kerasnya hati dan hilang kekhusyu’an, ilmu mantiq dipelajari untuk melihaikan lisan yang dihiasi kata-kata yang mentereng, sebatas pandai bersilat lidah namun tidak disertai dengan amal menyerupai kaum yang dimurkai oleh Allah dalam firman-Nya:
“Amat besar kemurkaan Allah, engkau mengatakan sesuatu yang tidak engkau perbuat”. (Ash Shaff : 3).
Yang ketiga adalah adanya buku-buku panduan selain kitabullah yang dijadikan pedoman, bila dibacakan pada suatu kaum tidak ada yang berani mengingkarinya, seperti yang terjadi pada fanatikus madzhab dan golongan, mereka menjadikan kitab-kitab imamnya sebagai pedoman yang tidak boleh disalahi.
Syaikh  Muhammad Nashiruddin Al AlBani rahimahullah berkata: “Tampaknya yang dimaksud dengan matsnah adalah kitab-kitab madzhab yang diwajibkan untuk diikuti oleh para pengikutnya yang memalingkan mereka dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang kita saksikan pada zaman ini, padahal banyak diantara mereka yang bergelar Doktor dan alumni fakultas syari’at, akan tetapi mereka beragama dengan sebatas madzhabnya saja bahkan mewajibkannya kepada manusia, sampai-sampai diantara ulama mereka seperti Abul Hasan Al Karkhi berkata: “Setiap ayat yang menyelesihi madzhab kami harus dita’wil atau dianggap mansukh, demikian pula semua hadits yang bertentangan dengan madzhab kami”.[2]
Dan ini tidak terbatas pada fanatik madzhab saja, karena hadits ini umum mencakup setiap buku pedoman yang dijadikan panduan selain kitabullah, masuk padanya kitab-kitab yang ditulis oleh pemimpin suatu kelompok yang dijadikan sebagai aturan yang tidak boleh diselisihi atau ditolak oleh pengikutnya walaupun tidak sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah.

6.      Bagaikan bara api.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang bersabar di atas agamanya seperti memegang bara api”. (HR At Tirmidzi).[3]
Dalam riwayat lain:

الْمُتَمَسِّكُ بِسُنَّتِيْ عِنْدِ اخْتِلاَفِ أُمَّتِيْ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Orang yang berpegang dengan sunnahku di waktu umatku berpecah belah seperti orang yang memegang bara api”.[4]
Hal ini disebabkan oleh banyaknya kemungkaran dan tersamarnya kebenaran, ditambah lagi sikap arogan dan anarkis sebagian pemegang sunnah, sehingga orang orang yang berpegang kepada sunnah di musuhi dan dicurigai, sebagian mereka diusir dari kampungnya dan diasingkan oleh keluarganya, lebih-lebih ketika kaum muslimin berpecah belah dari jalan kebenaran, terasa berat berpegang kepada sunnah dan jalannya amat terjal namun alhamdulillah pahalanya pun amat besar, sebagaimana dalam hadits :

إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ ، لِلْمُتَمَسِّكِ فِيْهِنَّ يَوْمَئِذٍ بِمَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ قَالُوْا : يَا نَبِيَّ اللهِ أَوْ مِنْهُمْ ؟ قَالَ : بَلْ مِنْكُمْ ” .

“Sesungguhnya di belakang kalian akan ada hari-hari kesabaran, orang yang berpegang kepada apa yang kalian pegang pada hari itu mendapatkan pahala lima puluh orang diantara kalian”. Mereka berkata: “Atau lima puluh orang diantara mereka ?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi diantara kalian”. (HR Ibnu Nashr).[5]

7.      Keadaan yang berubah.
Berubahnya keadaan dimana orang-orang bodoh memangku jabatan yang tak layak baginya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang tanda-tanda hari kiamat bersabda:

وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ

“Dan engkau lihat orang yang telanjang kaki, telanjang badan dan penggembala domba berlomba-lomba meninggikan bangunan”. (Muslim).[6]
Al Hafidz ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Maksudnya adalah orang-orang yang rendah menjadi pemimpin dan harta mereka melimpah ruah sampai-sampai mereka meninggikan bangunan dan mempercantiknya”.[7]
Beliau juga berkata: “Penyebutan tanda hari kiamat ini menunjukkan bahwa urusan manusia diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.. apabila orang yang tadinya telanjang kaki, telanjang badan dan penggembala domba -maksudnya orang bodoh- menjadi pemimpin manusia sehingga mereka pun berlomba-lomba meninggikan bangunan, akan hancurlah aturan agama dan dunia”.[8]
Penafsiran ibnu Rajab ini sepadan dengan hadits :

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكُونَ أَسْعَدَ النَّاسِ بِالدُّنْيَا لُكَعُ بْنُ لُكَعٍ

“Tidak akan tegak hari kiamat sampai orang yang paling bahagia di dunia adalah orang bodoh”. (HR Ahmad).[9]

8. Bid’ah dianggap sunah, Ilmu dunia menjadi kebanggaan, dan mencari dunia dengan amalan akhirat.
Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata:

كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا لَبِسَتْكُمْ فِتْنَةٌ يَهْرَمُ فِيهَا الْكَبِيرُ وَيَرْبُو فِيهَا الصَّغِيرُ إِذَا تُرِكَ مِنْهَا شَيْءٌ قِيلَ تُرِكَتْ السُّنَّةُ قَالُوا وَمَتَى ذَاكَ قَالَ إِذَا ذَهَبَتْ عُلَمَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ جُهَلَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ قُرَّاؤُكُمْ وَقَلَّتْ فُقَهَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ أُمَرَاؤُكُمْ وَقَلَّتْ أُمَنَاؤُكُمْ وَالْتُمِسَتْ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الْآخِرَةِ وَتُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّينِ

“Bagaimana keadaan kamu apabila fitnah menerpamu, orang tua menjadi renta di dalamnya dan anak kecil tumbuh dewasa di dalam fitnah tersebut, apabila sebagian fitnah itu ditinggalkan, akan dikatakan: “Telah ditinggalkan sunnah”.
Mereka berkata: “Kapan itu terjadi ?”.
Beliau menjawab: “Apabila ulama kalian telah pergi, orang-orang bodoh menjadi banyak, qari-qari juga menjadi banyak, sedikit orang-orang yang faqih,  banyak pemimpin, sedikit yang amanah, dunia dicari melalui amalan akhirat, dan belajar fiqih dari selain ilmu agama”. (HR Ad Darimi dan lainnya).[10]
Subhanallah ! telah rusak dunia dan hancur agama, bila fitnah (bid’ah) dianggap sunnah tentu akan dianggap sesat orang yang meninggalkannya, akibatnya sunnahpun akan hilang dan kebenaranpun akan pudar, namun akan senantiasa ada sekelompok umat islam yang senantiasa tegak di atas kebenaran sampai hari kiamat.

9.      Menjadi terasing.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيْلَ : مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ ” .

“Sesungguhnya islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing, maka pohon thuba (di surga) untuk orang yang terasing”. Dikatakan: “Siapakah mereka wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab: (Yaitu) orang-orang yang berbuat ishlah (kebaikan) ketika manusia telah rusak”. (HR Abu Amru Ad Daani).[11]

Ia terasing dalam agamanya karena agama manusia telah rusak.
Ia terasing dalam berpegang kepada sunnah, karena mereka berpegang kepada bid’ah.
Ia terasing dalam aqidahnya karena telah banyak penyimpangan dalam aqidah manusia.
Ia terasing dalam shalatnya karena banyak manusia yang shalat tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ia terasing dalam pakaiannya karena ia berusaha memegang yang sesuai dengan sunnah.
Ia pun terasing dalam pergaulannya, karena ia tidak mengikuti hawa nafsu manusia.
Ia adalah orang yang berilmu di tengah manusia yang jahil,
Ia adalah pemegang sunnah di tengah manusia yang berbuat bid’ah,
Ia adalah penyeru kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah para penyeru kepada hawa nafsu dan syubhat.
***
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com

[1] Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 2821.
[2] Silsilah hadits shahih 6/775-776 dibawah no 2821.
[3] Dishahihkan oleh Syaik Al Bani dalam silsilah shahihah no 957.
[4] Hadits hasan, lihat Shahih Jami’ shaghier no 6676.
[5] Lihat silsilah shahihah no 494.
[6] Muslim no 1.
[7] Jami’ul ulum wal hikam 1/137.
[8] Jami’ul ulum wal hikam 1/139.
[9] Musnad Ahmad no 23351 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih jami’ shaghier no 7431.
[10] Sunan Ad Darimi 1/75 no 186. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih targhib no 111. Dan hadits ini walaupun mauquf namun dihukumi marfu’ karena perkataan seperti tidak mungkin berasal dari ijtihad ibnu Mas’ud.
[11] Lihat silsilah shahihah no 1273

Kamis, 18 Juli 2013

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa


Adapun beberapa hal yang membatalkan Puasa, sebagaimana yang harus dihindari dalam rukun puasa adalah:
1. Memasukkan Suatu Benda Dengan Sengaja ke Dalam Lubang Sesuatu yang membatalkan puasa adalah makan, minum dan segala sesuatu yang masuk melalu lubang pada anggota tubuh yang berkesinambungan (mutasil) sampai lambung, dan memasukannya dengan unsur sengaja, artinya apabila perbuatan tersebut dilakukan tanpa kesengajaan atau lupa, maka tidak membatalkan puasa.

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ......
...makan dan minumlah sampai waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam... (QS. al-Baqarah, 2: 187)
 Sedangkan dalil yang menjelaskan makan dan minum karena ketidaksengajaan (lupa) itu tidak membatalkan puasa:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَاَكَلَ وَاشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَاِنَّمَا اَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ 

Siapa yang lupa keadaannya sedang berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1797 dan Muslim: 1952)

2. Melakukan Hubungan Seksual dengan SengajaHubungan seksual baik dilakukan pasangan suami isteri atau bukan dapat menyebabkan batalnya puasa dengan ketentuan melakukannya dalam keadaan sadar dan sengaja. Suatu perbuatan dapat dikatakan hubungan seksual dengan batas minimal masuknya khasafah ke dalam farji (vagina), dan apabila kurang dari itu maka tidak dikatagorikan hubungan seksual dan tidak membatalkan puasa.

Barang siapa melakukan hubunngan seksual dengan sengaja pada saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, sedangkan malam harinya ia berniat menjalankan puasa, maka orang tersebut berdosa dengan alasan telah merusak ibadah puasa, oleh karena itu ia diwajibkan untuk mengqadla dan membayar kifarat (memerdekakan budak perempuan mu’min) sebagai hukumnya.

Jika tidak menemukan seorang budak untuk dimerdekakan atau tidak mampu untuk memerdekakannya dari segi pembiayaan, maka menggantinya dengan berpuasa dua bulan secara berurut-urut di bulan selain bulan Ramadhan, dan apabila ia tidak mampu juga maka diwajibkan membayar fidyah untuk 60 orang fakir atau miskin. Dan bagi tiap-tiap orang miskin mendapatkan satu mud dari makanan yang mencukupi untuk zakat fitrah. 

Apabila ia tidak mampu semuanya, maka kafarat tersebut tidak gugur dan tetap menjadi tanggungannya. Dan pada saat ia ada kemampuan untuk membayar dengan cara mencicil, maka lakukan saja dengan segera.


جَاءَ رَجُلٌ اِلَى النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلَكْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ: وَمَا اَهْلَكَكَ قَالَ: وَقَعْتُ عَلَى امْرَاَتِى فِى رَمَضَانَ قَالَ: هَلْ تَجِدُ مَاتُعْتِقُ رَقَبَةً قَالَ:لَا،قَالَ: هَلْ تَسْتَطِيْعُ اَنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ: لَا،قَالَ:هَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا قَالَ:لَا،ثُمَّ جَلَسَ فَاُءتِيَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيْهِ تَمْرٌ قَالَ: تَصَدَّقْ بِهَذَاقَالَ: فَهَلْ اَعْلَى اَفْقَرَ مِنَّا؟ فَوَاللهِ مَا بَيْنَ لَا بَتَيْهَا اَهْلُ بَيْتٍ اَحْوَجُ اِلَيْهِ مِنَّا فَضَحِكَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ اَنْيَابُهُ وَقَالَ:اذْهَبْ فَاطْعِمْهُ اَهْلَكَ 

Dari Abu Hurairah r.a, menceritakan, seorang pria dating kepada Rasulullah s.a.w, ia berkata: “celaka aku wahai Rasulullah”, Nabi s.a.w, bertanya: “apa yang mencelakakanmu?”, pria itu menjawab: “aku telah bercampur dengan isteriku pada bulan Ramadhan”, Nabi s.a.w, menjawab: “mampukah kamu memerdekakan seorang budak?”, ia menjawab: “tidak”. Nabi s.a.w, betanya padanya: “mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?”, pria itu menjawab: “tidak mampu”. Rasulullah s.a.w, bertanya lagi: apakah kamu memiliki makanan untuk member makan enam puluh orang miskin?”, ia menjawab; “tidak”, kemudian pria itu duduk. Lalu Nabi diberi satu keranjang besar berisi kurma, dan Rasulullah s.a.w, berkata kepadanya : “bersedekahlah dengan kurma ini”. Pria itu bertanya: “Apakah ada orang yang lebih membutuhkan dari kami?, tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan kurma ini selain dari keluarga kami”. Nabi s.a.w. tertawa, sehingga terliuat gigi taringnya, dan Beliau bersabda: “kembalilah ke rumahmu dan berikan kurma itu pada keluargamu”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1800 dan Muslim: 1870).

3. Mengobati Kemaluan dan DhuburPengobatan yang dilakukan pada salah satu dari dua jalan (kemaluan dan dhubur) atau kedua-duanya, bagi orang yang sakit, maka pengobatan yang seperti itu dapat membatalkan puasa

4. Muntah DisengajaMuntah-muntah dengan disengaja, dan apabila tanpa disengaja atau karena sakit, maka tidak membatalkan puasa seperti keterangan di atas.


عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ ذَرَعَهُ اَلْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ 

Dari Abu Hurairah r.a, menuturkan, sesungguhnya Nabi s.a.w, bersabda: “siapa yang tidak sengaja muntah, maka ia tidak diwajibkan untuk mengganti puasanya, dan siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengganti puasanya”. (Hadits Hasan Gfarib, riwayat al-Tirmidzi: 653 dan Ibn Majah: 1666)

5. Keluar Air Mani Sebab BersentuhanKeluarnya air mani disebabkan bersentuhan (tanpa hubungan seksual) maka menyebabkan batalnya puasa, baik keluar dengan usaha tangan sendiri (mastur basi) atau menggunakan tangan seorang isteri yang halal. Dengan kata lain, apabila keluar air mani tanpa bersentuhan semisal bermimpi basah maka puasanya tidak batal.

6. HaidHaid, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan yang sudah menginjak usia batas minimal 9 tahun. Dengan waktu haid paling cepat selam 24 jam, ghalibnya (keumuman) keluar darah selama satu minggu,paling lama selama 15 hari, dan jarak antara kedua masa haid batas minimal 15 hari.Darah yang keluar dari kemaluan perempuan dengan cirri-ciri seperti di atas, apabila keluar di saat seorang perempuan sedang menjalankan ibadah puasa maka puasanya batal.


 فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ 

 “kami (kaum perempuan) diperintahkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti shalat yang ditinggalkan”. (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 508) 

7. NifasNifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluannya perempuan setelah proses melahirkan dengan rentang waktu sampai dua bulan (ukuran maksimal) juga dapat menyebabkan batalnya puasa, apabila keluar di saat sedang berpuasa.

8. GilaGila yang terjadi ketika seseorang sedang mengerjakan ibadah puasa, maka puasanya batal.

9. MurtadMurtad, sesuatu hal yang menyebabkan seseorang keluar dari islam dengan (semisal) melakukan pengingkaran akan keberadaan Allah SWT sebagai dzat tunggal, disaat ia sedang melaksanakan ibadah puasa, maka puasanya batal.

(Penulis: KH. Syaifullah Amin/Red: Ulil H)

Minggu, 14 Juli 2013

Hukum menguap menurut Islam.

Daripada Abu Hurairah r. a. bahawasanya Baginda Rasulullah saw bersabda
bermaksud: “Sesungguhnya Allah swt suka orang yang bersin, dan membenci orang
yang menguap. Maka apabila seseorang kamu bersin, lalu dia mengucapkan
'Alhamdulillah' , maka adalah hak atas setiap Muslim yang mendengarnya pula
mengucapkan 'Yarhamukallah! '.

Adapun menguap itu adalah daripada syaitan. Maka apabila seseorang kamu menguap,
hendaklah dia menahannya sekadar termampu. Sebab sesungguhnya apabila
seseorang kamu menguap, syaitan akan mentertawakannya. (Hadith Riwayat Bukhari)
Daripada Abu Said Al-Khudri r. a., katanya : Telah bersabda Rasulullah s. a. w. yang
bermaksud: “Apabila seseorang kamu menguap, hendaklah dia meletakkan tangannya
pada mulutnya, kerana sesungguhnya syaitan itu akan masuk (melalui mulut yang
terbuka.” Riwayat Imam Muslim

Nabi Muhammad saw bersabda maksudnya: “Sesungguhnya Allah suka kepada orangorang
yang bersin, dan membenci orang-orang yang menguap. Maka apabila seseorang
kamu menguap, jangan sampai berbunyi, kerana yang demikian itu daripada syaitan
yang mentertawakanmu.” Hadith riwayat Imam Muslim, Ahmad dan At-Tirmidzi
Daripada Abdullah bin Az-Zubair r. a., katanya: Telah bersabda Rasulullah saw yang
bermaksud: “Sesungguhnya Allah swt membenci sesiapa yang mengangkat suara
ketika menguap dan bersin.” Hadith riwayat Imam Muslim, Ahmad dan At-Tirmidzi
Pengajaran daripada maksud hadith, antara adap-adap menguap dan bersin:

1. Berusaha menahan menguap sekadar termampu terutama ketika solat.
2. Meletakkan tangan di atas mulut untuk menahan menguap sama ada di dalam atau di
luar solat.
3. Makruh mengeluarkan suara dan mengangkat bunyi ketika menguap atau bersin.
4. Sunat ketika bersin mengucapkan
“Alhamdulillah” dan orang yang mendengarnya pula mengucapkan “Yarhamukallah” .
5. Sunat mengucapkan “Astaghfirullah” selepas menguap.

HIKMAH DIBALIK “MENGUAP”


Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh.
Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian.
Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut, dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam !!! Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung.
Maka, apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri.


Adab Menguap Dalam Islam

Penulis: Hammam
Banyak dari kaum muslimin menyangka bahwa menguap adalah perkara yang lazim sebagaimana lazimnya seseorang merasakan kantuk, lapar, atau yang lainnya. Ternyata, ada perkara yang luput dari pengetahuan kita tentang menguap ini.

Menguap disebabkan beratnya beban diri yang akan mengakibatkan lalai, malas, serta jeleknya pemahaman seseorang. Menguap merupakan perkara yang jelek sebab menguap membawa kepada perkara yang dibenci oleh syariat berupa sikap malas, lalai, serta pemahaman yang jelek sebagaimana telah disebutkan. Lalu bagaimana pandangan syariat tatkala menguap datang menghampiri seseorang?
Menutup Mulut dengan Tangan
Karena menguap merupakan sesuatu yang dibenci syariat, syaithan pun menyukainya.Terbukanya mulut karena sesuatu yang dibenci syariat ini adalah jalan masuk yang lapang bagi syaithan untuk mengganggu manusia. Syaithan bisa masuk ke tubuh manusia melewatinya. Oleh sebab itulah syariat memerintahkan kita untuk menutup mulut tatkala menguap. Hal ini sebagaimana telah disebutkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bahwa beliau bersabda yang artinya,
“Apabila salah seorang dari kalian menguap maka hendaknya ia meletakkan tangannya di mulutnya karena syaithan akan memasukinya.” (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabul Mufrad)
Syaithan tidak hanya menunggu-nunggu kesempatan untuk masuk ke dalam tubuh manusia tatkala menguap. Bahkan, menguap itu sendiri timbul dari sebab perbuatan syaithan. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan,
“Sesungguhnya menguap dari syaithan.” (Diriwayatkan dalam Adabul Mufrad, shahih)
Menahan Diri dari Menguap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah memerintahkan kita untuk menahan diri dari menguap sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Menguap berasal dari syaithan. Apabila salah seorang dari kalian menguap, hendaknya ia melawan semampunya. Jika dia sampai berucap ‘hah’ (tatkala menguap) maka syaithan akan tertawa karenanya.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad)
Pembaca, bagaimana sekiranya seseorang menguap dan ia tidak melaksanakan apa yang diperintahkan (oleh syariat, -admin)? Tentu syaithan akan bergembira dan tertawa karenanya. Dan, bertambah lagi kesempatannya untuk mengganggu anak Adam. Lalu, apakah seorang muslim rela musuh mereka menertawainya dan bergembira karena telah berhasil memperdayainya? Bukankah seseorang akan memperlakukan musuh sebagaimana seorang musuh?
“Sesungguhnya syaithan adalah musuh bagi kalian, maka perlakukanlah ia sebagai seorang musuh.” (QS. Fathir: 6)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Syarh Shahih Al-Adab Al-Mufrad