Senin, 22 Juli 2013

Fenomena Akhir Zaman


 5.      Orang shalih dihina dan orang jahat dimuliakan, ditutupnya pintu amal, dan selain kitabullah dijadikan panduan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مِنْ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ أَنْ تُرْفَعَ الأَشْرَارُ وَ تُوْضَعَ الأَخْيَارُ وَ يُفْتَحَ الْقَوْلُ وَ يُخْزَنَ الْعَمَلُ وَ يُقْرَأُ بِالْقَوْمِ الْمَثْنَاةُ لَيْسَ فِيْهِمْ أَحَدٌ يُنْكِرُهَا قِيْلَ : وَ مَا الْمَثْنَاةُ ؟ قَالَ : مَا اكْتُتِبَتْ سِوَى كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ

“Diantara (tanda) dekatnya hari kiamat adalah dimuliakannya orang-orang yang buruk, dihinakannya orang-orang yang terpilih (shalih), dibuka perkataan, dan di kunci amal, dan dibacakan Al Matsnah di suatu kaum, tidak ada pada mereka yang berani mengingkari (kesalahannya)”. Dikatakan: “Apakah Al Matsnah itu ? beliau menjawab: “Semua yang dijadikan panduan selain kitabullah ‘Azza wa Jalla”. (HR Al Hakim).[1]
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tiga kejadian, yang pertama adalah dimuliakannya orang-orang yang buruk yang suka bermaksiat sebagaimana yang kita saksikan kaum muslimin terutama di negeri kita ini, para bintang film dan penyanyi yang tak malu berbuat maksiat kepada Allah dijadikan sebagai idola dan suri tauladan, sementara orang-orang shalih dipandang dengan mata kebencian dan penghinaan, mata mereka telah ditutupi oleh kabut gemerlapnya dunia.
Yang kedua adalah ditutupnya pintu amal akibat kerasnya hati dan hilang kekhusyu’an, ilmu mantiq dipelajari untuk melihaikan lisan yang dihiasi kata-kata yang mentereng, sebatas pandai bersilat lidah namun tidak disertai dengan amal menyerupai kaum yang dimurkai oleh Allah dalam firman-Nya:
“Amat besar kemurkaan Allah, engkau mengatakan sesuatu yang tidak engkau perbuat”. (Ash Shaff : 3).
Yang ketiga adalah adanya buku-buku panduan selain kitabullah yang dijadikan pedoman, bila dibacakan pada suatu kaum tidak ada yang berani mengingkarinya, seperti yang terjadi pada fanatikus madzhab dan golongan, mereka menjadikan kitab-kitab imamnya sebagai pedoman yang tidak boleh disalahi.
Syaikh  Muhammad Nashiruddin Al AlBani rahimahullah berkata: “Tampaknya yang dimaksud dengan matsnah adalah kitab-kitab madzhab yang diwajibkan untuk diikuti oleh para pengikutnya yang memalingkan mereka dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang kita saksikan pada zaman ini, padahal banyak diantara mereka yang bergelar Doktor dan alumni fakultas syari’at, akan tetapi mereka beragama dengan sebatas madzhabnya saja bahkan mewajibkannya kepada manusia, sampai-sampai diantara ulama mereka seperti Abul Hasan Al Karkhi berkata: “Setiap ayat yang menyelesihi madzhab kami harus dita’wil atau dianggap mansukh, demikian pula semua hadits yang bertentangan dengan madzhab kami”.[2]
Dan ini tidak terbatas pada fanatik madzhab saja, karena hadits ini umum mencakup setiap buku pedoman yang dijadikan panduan selain kitabullah, masuk padanya kitab-kitab yang ditulis oleh pemimpin suatu kelompok yang dijadikan sebagai aturan yang tidak boleh diselisihi atau ditolak oleh pengikutnya walaupun tidak sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah.

6.      Bagaikan bara api.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang bersabar di atas agamanya seperti memegang bara api”. (HR At Tirmidzi).[3]
Dalam riwayat lain:

الْمُتَمَسِّكُ بِسُنَّتِيْ عِنْدِ اخْتِلاَفِ أُمَّتِيْ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Orang yang berpegang dengan sunnahku di waktu umatku berpecah belah seperti orang yang memegang bara api”.[4]
Hal ini disebabkan oleh banyaknya kemungkaran dan tersamarnya kebenaran, ditambah lagi sikap arogan dan anarkis sebagian pemegang sunnah, sehingga orang orang yang berpegang kepada sunnah di musuhi dan dicurigai, sebagian mereka diusir dari kampungnya dan diasingkan oleh keluarganya, lebih-lebih ketika kaum muslimin berpecah belah dari jalan kebenaran, terasa berat berpegang kepada sunnah dan jalannya amat terjal namun alhamdulillah pahalanya pun amat besar, sebagaimana dalam hadits :

إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ ، لِلْمُتَمَسِّكِ فِيْهِنَّ يَوْمَئِذٍ بِمَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ قَالُوْا : يَا نَبِيَّ اللهِ أَوْ مِنْهُمْ ؟ قَالَ : بَلْ مِنْكُمْ ” .

“Sesungguhnya di belakang kalian akan ada hari-hari kesabaran, orang yang berpegang kepada apa yang kalian pegang pada hari itu mendapatkan pahala lima puluh orang diantara kalian”. Mereka berkata: “Atau lima puluh orang diantara mereka ?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi diantara kalian”. (HR Ibnu Nashr).[5]

7.      Keadaan yang berubah.
Berubahnya keadaan dimana orang-orang bodoh memangku jabatan yang tak layak baginya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang tanda-tanda hari kiamat bersabda:

وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ

“Dan engkau lihat orang yang telanjang kaki, telanjang badan dan penggembala domba berlomba-lomba meninggikan bangunan”. (Muslim).[6]
Al Hafidz ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Maksudnya adalah orang-orang yang rendah menjadi pemimpin dan harta mereka melimpah ruah sampai-sampai mereka meninggikan bangunan dan mempercantiknya”.[7]
Beliau juga berkata: “Penyebutan tanda hari kiamat ini menunjukkan bahwa urusan manusia diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.. apabila orang yang tadinya telanjang kaki, telanjang badan dan penggembala domba -maksudnya orang bodoh- menjadi pemimpin manusia sehingga mereka pun berlomba-lomba meninggikan bangunan, akan hancurlah aturan agama dan dunia”.[8]
Penafsiran ibnu Rajab ini sepadan dengan hadits :

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكُونَ أَسْعَدَ النَّاسِ بِالدُّنْيَا لُكَعُ بْنُ لُكَعٍ

“Tidak akan tegak hari kiamat sampai orang yang paling bahagia di dunia adalah orang bodoh”. (HR Ahmad).[9]

8. Bid’ah dianggap sunah, Ilmu dunia menjadi kebanggaan, dan mencari dunia dengan amalan akhirat.
Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata:

كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا لَبِسَتْكُمْ فِتْنَةٌ يَهْرَمُ فِيهَا الْكَبِيرُ وَيَرْبُو فِيهَا الصَّغِيرُ إِذَا تُرِكَ مِنْهَا شَيْءٌ قِيلَ تُرِكَتْ السُّنَّةُ قَالُوا وَمَتَى ذَاكَ قَالَ إِذَا ذَهَبَتْ عُلَمَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ جُهَلَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ قُرَّاؤُكُمْ وَقَلَّتْ فُقَهَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ أُمَرَاؤُكُمْ وَقَلَّتْ أُمَنَاؤُكُمْ وَالْتُمِسَتْ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الْآخِرَةِ وَتُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّينِ

“Bagaimana keadaan kamu apabila fitnah menerpamu, orang tua menjadi renta di dalamnya dan anak kecil tumbuh dewasa di dalam fitnah tersebut, apabila sebagian fitnah itu ditinggalkan, akan dikatakan: “Telah ditinggalkan sunnah”.
Mereka berkata: “Kapan itu terjadi ?”.
Beliau menjawab: “Apabila ulama kalian telah pergi, orang-orang bodoh menjadi banyak, qari-qari juga menjadi banyak, sedikit orang-orang yang faqih,  banyak pemimpin, sedikit yang amanah, dunia dicari melalui amalan akhirat, dan belajar fiqih dari selain ilmu agama”. (HR Ad Darimi dan lainnya).[10]
Subhanallah ! telah rusak dunia dan hancur agama, bila fitnah (bid’ah) dianggap sunnah tentu akan dianggap sesat orang yang meninggalkannya, akibatnya sunnahpun akan hilang dan kebenaranpun akan pudar, namun akan senantiasa ada sekelompok umat islam yang senantiasa tegak di atas kebenaran sampai hari kiamat.

9.      Menjadi terasing.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيْلَ : مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ ” .

“Sesungguhnya islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing, maka pohon thuba (di surga) untuk orang yang terasing”. Dikatakan: “Siapakah mereka wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab: (Yaitu) orang-orang yang berbuat ishlah (kebaikan) ketika manusia telah rusak”. (HR Abu Amru Ad Daani).[11]

Ia terasing dalam agamanya karena agama manusia telah rusak.
Ia terasing dalam berpegang kepada sunnah, karena mereka berpegang kepada bid’ah.
Ia terasing dalam aqidahnya karena telah banyak penyimpangan dalam aqidah manusia.
Ia terasing dalam shalatnya karena banyak manusia yang shalat tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ia terasing dalam pakaiannya karena ia berusaha memegang yang sesuai dengan sunnah.
Ia pun terasing dalam pergaulannya, karena ia tidak mengikuti hawa nafsu manusia.
Ia adalah orang yang berilmu di tengah manusia yang jahil,
Ia adalah pemegang sunnah di tengah manusia yang berbuat bid’ah,
Ia adalah penyeru kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah para penyeru kepada hawa nafsu dan syubhat.
***
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com

[1] Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 2821.
[2] Silsilah hadits shahih 6/775-776 dibawah no 2821.
[3] Dishahihkan oleh Syaik Al Bani dalam silsilah shahihah no 957.
[4] Hadits hasan, lihat Shahih Jami’ shaghier no 6676.
[5] Lihat silsilah shahihah no 494.
[6] Muslim no 1.
[7] Jami’ul ulum wal hikam 1/137.
[8] Jami’ul ulum wal hikam 1/139.
[9] Musnad Ahmad no 23351 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih jami’ shaghier no 7431.
[10] Sunan Ad Darimi 1/75 no 186. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih targhib no 111. Dan hadits ini walaupun mauquf namun dihukumi marfu’ karena perkataan seperti tidak mungkin berasal dari ijtihad ibnu Mas’ud.
[11] Lihat silsilah shahihah no 1273

Tidak ada komentar:

Posting Komentar