Oleh : MAMDUH BUDIMAN (STAFF LSIK UNIMUS)
- A. TA’RIF AKHLAQ
Akhlaq berasal dari kata : Khuluq, artinya Adat, kebiasaan, tabiat, Perangai.
Manusia lahir dalam keadaan baik, bersih, dan Suci, Pembentukan sifat dan adat, kebiasaan manusia dipengaruhi oleh dua Faktor,
- Genetika (Keluarga)
- External ( lingkungan ), Keluarga, Pendidikan, Masyarakat, Profesi, Budaya,Sosial.
HADIST :
كُلُّ مَوْلُدٍ يُولَدُ عَلىَ الفِطرَةِ فَاَبَوَّهُ يُهَوَّدَانهِ اَوْ يُنْصَّرَانِهِ اَو يُمَجَسَانِهِ
Setiap bayi Manusia yang lahir dalam kondisi fitrah, Orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, Majusi ( HR. Tabrani)
Tidak ada kata Akhlaq dalam kitab suci al-Qur‟an
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti (khuluq) yang agung” (QS, Al-Qalam: 4)
Dalam Islam, Pengertian AKHLAQ mengandung suatu perilaku, yang berkonotatif Positif.“Sekumpulan tindakan dan Perilaku yang spontan dalam diri seorang Muslim dan Muslimah, dengan tujuan mendapatkan Pahala (REWARD) dari RABB (ILLAH).
- B. ILMU YANG MEMPELAJARI AKHLAQ
- Tahdhib al-Akhlaq
- Falsafah al-Akhlaq
- Al-Hikmah al-‟Amaliyyah
- Ilmu Akhlaq
- Ilmu Tasawuf
- Etika
- Character Building
- Personality School
- C. OBJEK KAJIAN ILMU AKHLAQ
Jiwa Manusia yang terlihat dari perbuatannya
Moh Ghazali “Pembahasan Ilmu Akhlak, meliputi aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok atau masyarakat menjadi Dua :
- Perbuatan yang lahir, dengan di kehendak
- Perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tanpa di sengaja.
PENDIDIKAN AKHLAQ.
- NABI MUHAMMAD SAW, ALLAH SWT telah mendidiku, dan ALLAH SWT adalah sebaik baik pendidikan.
- Perbedaan besar Antara orang yang berpendidikan dan yang tidak adalah pada AKHLAQ na
- Pendidikan AKHLAQ Sejak dini
SASARAN AKHLAQ.
ALLAH SWT
- Kepada ALLAH SWT
Taqwa dan Beriman, Beribadah
- Bertawakal
- Berbaik sangka
DIRI SENDIRI
- 1. Menggunakan Hati, dan Akal
- 2. Mengelola Nafsu
- 3. Menjaga Kesehatan Jasmani dan Rohani
- 4. Managemen Waktu
- Punya Visi ke Depan
PADA MANUSIA DAN ALAM
- Kepada Orang Tua, Patuh dan Menghormati
- Berbakti dan Menjaga Etika serta Mengasihi dan Menyayangi
- Kepada Alam ( Hewan, Tumbuhan dll, Memelihara, Menyayangi)
KEPADA KERABAT, TEMAN, DAN TETANGGA
- Menjaga Silahturahmi
- Berbuat Baik
- Menghargai dan Menghormati tetangga/ saudara/teman
KARAKTERISTIK ETIKA DALAM ISLAM
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu.
Moral adalah secara etimologis berarti adat kebiasaan,susila. Jadi moral adalahperilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum di terima, meliputi kesatuan sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan akhlakadalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk tentang perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.
Di dalam islam, etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia
Etika islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat di segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran islam.\
Etika islam didasari oleh 2 prinsip berikut :
1. Fitrah manusia. Yaitu insting alami (fitrah) yang diberikan kepada jiwa manusia oleh Allah waktu pertama kali diciptakan (91:7-8). Dengan adanya insting ini, orang dapat membedakan tidak hanya antara yang baik dan yang buruk, tetapi juga yang netral. Namun, kesadaran etika tidak cukup untuk petunjuk pribadi. Karena kompleksitas hidup kesadaran etika saja tidak dapat mendefinisikan attitude yang benar terhadap setiap masalah. Seseorang tidak hidup dalam vakum, tetapi dipengaruhi oleh pengaruh luar yang dapat mengkorupsi kemampuan untuk memilih antara yang benar dan yang salah. Pengaruh luar ini termasuk kebiasaan, kepentingan pribadi, dan konsep-konsep yang membentuk lingkungan.
2. Dasar hukum dan agama, yang mendasari etika islam diperkenalkan oleh utusan-utusan Allah. Hukum dalam islam tidaklah negatif dalam arti memaksa kesadaran kita untuk mematuhinya. Sebaliknya, instruksi hukum telah disampaikan sedemikian rupa sehingga kesadaran dapat melihatnya sebagai kebenaran. Dengan demikian hukum itu menjadi bagian dari kesadaran manusia. Hukum yang asing tidak dapat bekerja karena, meskipun mungkin untuk membuatnya mengikat secara legal, tetapi tidak dapat mengikat secara moral kepada muslim. Muslim dengan sukarela membayar zakat karena tahu apabila tidak mengerjakannya mereka akan bertanggung-jawab secara hukum dan etika.
Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, sebagaimana pendapat Aristoteles mengenai nilai, dan bukan juga apa yang diatur oleh masyarakat terhadap individu, seperti pendapat Durkheim, dan bukan juga untuk kelas-kelas tertentu, seperti pendapat Marxist. Dalam hal seperti ini nilai-nilai dipengaruhi oleh keadaan. Dalam islam,nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Nilai-nilai islam adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan
PERBEDAAN ANATARA MORAL DAN ETIKA
MORAL
|
ETIKA
|
Bersifat Praktikal
|
Teoritikal
|
Disiplin yang memberitahu apakah system moral yang dihayati oleh sesuatu masyarakat
|
Mengkaji, menganalisis dan mengkritik system moral
|
Bahan yang di kaji oelh etika
|
Ilmu yang mengkaji moral
|
CABANG ASAS PERBAHASAAN ETIKA
MATAETIKA
|
ETIKA NORMATIF
|
ETIKA GUNAAN
|
Membincangkan tentang dari mana sumber datangnya prinsip etika
|
Merujuk pada Persoalan yang berkaitan dengan perbuatan praktikal yang akhirnya sampai kepada standar moral, yang menentukan sesuatu perlakuan itu baik atau buruk
|
Merujuk kepada sesuatu keadaan atau perbuatan yang tertentu yang di lakukan pada waktu dan tempat tertentu
|
PERBEDAAN ANTARA AKHLAQ , ETIKA DAN MORAL
AKHLAQ
|
ETIKA
|
MORAL
|
Ajaran Agama/ Ilahiyah/ Nabi Muhammad SAW
|
Etika bersifat konsep, namun ketika diterapkan dan menjadi lokalitas, ia berubah
menjadi etiket (etika praksis); yang dikenal dengan nama adab, tata krama, atau
tata susila. Etika berbasis pada rasio manusia
|
Moral berbasis pada norma-norma masyarakat
|
NILAI UTAMA YANG MENJADI PEMBINAAN SISTEM NILAI
NILAI BERASASKAN KETUHANAN
(GOD Centered Value)
|
NILAI BERLANDASKAN MANUSIA
(Human Centererd Value
|
Sistem nilai yang di bina berlandaskan ajaran agama di mana penentuan buruk dan baik adalah kepada prinsip dan ajaran yang terkandung dalam kitab suci agama serta yang disampaikan oleh Rasul
|
Sistem nilai yang terbit hasil dari pada pengalaman manusia melalui apa yang difikir dan di rasakan manusia
|
A. REFERENSI KITAB
- Dr. Amin Rais. MA. Agama Islam. PAI Muhammadiyah Jamaah Shalahudin UGM, Jogjakarta 1995.
- Dr. Yunahar Ilyas. MA. AL-Islam dan Kemuhammadiyahan. Jogjakarta.
- Drs. Abdullah Aly, dkk. Studi Islam I. Serial Al Islam dan Kemuhammadiyahan. LSI UMS. Surakarta. 1996.
- Sheikh Mohammed Bin Saleh AL-Uthaimin. Aqidah Islam. Saudi Arabia. 1419 H.Jasmin.Lc, Mengenal dan Memahami Islam. Era Adi Citra Intermedia. Surakarta.2011
oleh Mamduh Budiman.S.S.
A. MAKNA SYAHADATAIN DAN MARIFATULLAH BAGI PEMBENTUKAN PRIBADI
Secara bahasa aqidah berasal dari kata aqdun – aqo’id yang berarti aqad atau ikatan. Maksudnya yaitu ikatan yang mengikat manusia dengan aturan-aturan Allah Swt dan nilai-nilai Islam. Sedangkan secara istilah aqidah adalah sesuatu yang wajib diyakini atau diimani tanpa keraguan, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam amal perbuatan sehari-hari. Aqidah merupakan motor penggerak dan otak dalam kehidupan manusia. Apabila terjadi sedikit penyimpangan padanya, maka menimbulkan penyelewengan dari jalan yang lurus pada gerakan dan langkah yang dihasilkan.
Aqidah bagaikan pondasi bangunan. Aqidah harus dirancang dan dibangun terlebih dahulu sebelum merancang dan membangun bagian yang lain. Kualitas pondasi yang dibangun akan berpengaruh terhadap kualitas bangunan yang ditegakkan. Bangunan yang ingin dibangun itu sendiri adalah Islam yang sempurna (kamil), menyeluruh (syamil), dan benar (shahih). Aqidah merupakan misi dakwah yang dibawa oleh Rasul Allah Swt yang pertama sampai dengan yang terakhir. Aqidah tidak berubah-ubah karena pergantian zaman dan tempat, atau karena perbedaan golongan atau masyarakat. Allah berfirman dalam Surah Asy Syura/ 42: 13 sebagai berikut:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (13
“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketaqwaan) dan janganlah kamu berselisih di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Ia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petujuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya)”. (Q.S. Asy Syura [42]: 13 )
Salah satu hal yang harus diketahui dalam mengkaji aqidah adalah melakukan reinterpretasi terhadap maknasyahadah. Syahadah sendiri merupakan salah satu bagian dari rukun iman, bahkan merupakan rukun iman yang pertama. Syahadah menempati kedudukan utama sebagai awal keislaman dan keimanan seseorang. Mengucapkan kalimat tersebut menjadikan seseorang sebagai Muslim dan mempunyai kewajiban-kewajiban yang sama dengan Muslim lainnya. Syahadah merupakan pembatas (border) antara domain (wilayah) jahiliyah dengan domain Islam. Bila seseorang tidak menganut Islam walaupun ia berpendidikan atau mempunyai kedudukan tinggi, tetap saja orang tersebut tergolong dalam domain jahiliyah. Sementara itu, bila seseorang telah berislam/ ber-syahadah walaupun dia seorang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tidak berkuasa dan tidak berkedudukan, tetap saja dia mempunyai nilai yang terhormat di sisi Allah Swt. Pada konteks ini Rasulullah Saw. bersabda, ” Siapa saja yang dalam hidupnya pernah mengucapkan syahadah maka dia akan dimasukkan dalam surga”.
Secara bahasa aqidah berasal dari kata aqdun – aqo’id yang berarti aqad atau ikatan. Maksudnya yaitu ikatan yang mengikat manusia dengan aturan-aturan Allah Swt dan nilai-nilai Islam. Sedangkan secara istilah aqidah adalah sesuatu yang wajib diyakini atau diimani tanpa keraguan, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam amal perbuatan sehari-hari. Aqidah merupakan motor penggerak dan otak dalam kehidupan manusia. Apabila terjadi sedikit penyimpangan padanya, maka menimbulkan penyelewengan dari jalan yang lurus pada gerakan dan langkah yang dihasilkan.
Aqidah bagaikan pondasi bangunan. Aqidah harus dirancang dan dibangun terlebih dahulu sebelum merancang dan membangun bagian yang lain. Kualitas pondasi yang dibangun akan berpengaruh terhadap kualitas bangunan yang ditegakkan. Bangunan yang ingin dibangun itu sendiri adalah Islam yang sempurna (kamil), menyeluruh (syamil), dan benar (shahih). Aqidah merupakan misi dakwah yang dibawa oleh Rasul Allah Swt yang pertama sampai dengan yang terakhir. Aqidah tidak berubah-ubah karena pergantian zaman dan tempat, atau karena perbedaan golongan atau masyarakat. Allah berfirman dalam Surah Asy Syura/ 42: 13 sebagai berikut:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (13
“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketaqwaan) dan janganlah kamu berselisih di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Ia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petujuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya)”. (Q.S. Asy Syura [42]: 13 )
Salah satu hal yang harus diketahui dalam mengkaji aqidah adalah melakukan reinterpretasi terhadap maknasyahadah. Syahadah sendiri merupakan salah satu bagian dari rukun iman, bahkan merupakan rukun iman yang pertama. Syahadah menempati kedudukan utama sebagai awal keislaman dan keimanan seseorang. Mengucapkan kalimat tersebut menjadikan seseorang sebagai Muslim dan mempunyai kewajiban-kewajiban yang sama dengan Muslim lainnya. Syahadah merupakan pembatas (border) antara domain (wilayah) jahiliyah dengan domain Islam. Bila seseorang tidak menganut Islam walaupun ia berpendidikan atau mempunyai kedudukan tinggi, tetap saja orang tersebut tergolong dalam domain jahiliyah. Sementara itu, bila seseorang telah berislam/ ber-syahadah walaupun dia seorang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tidak berkuasa dan tidak berkedudukan, tetap saja dia mempunyai nilai yang terhormat di sisi Allah Swt. Pada konteks ini Rasulullah Saw. bersabda, ” Siapa saja yang dalam hidupnya pernah mengucapkan syahadah maka dia akan dimasukkan dalam surga”.
1. Makna Ilah
Apakah makna sebenarnya Illah , Definisi Kata Illah- merujuk pada Bahasa Arab, yaitu (Aliha) yang berasal dari akar kata ( Alif, Lam, dan Ha) – Alihahu yaitu :
a. Sakana Ilaihi سكن إليه : Merasa Tentram, dan Nyaman serta Enggan Meninggal kan-Nya. { Yunus : 10: 7 }
b. Istijaarabih إستجاربه : Berlindung dengan sesuatu karena kagum akan Kekuatan yang maha dahsyat. { Al Jinn 72: 6 }
c. Isytaaqa ilaihi إشتاق إليه : Rindu amat sangat, rasa aman sehingga berusaha untuk selalu dekat dengannya. Makna ini dapat kita temui, dalam pernyataan kaum Musa yang mengatakan di dalam { QS AL Araf 7: 138 }
d. Wuli’a bihi ولع به: Sangat Mencintainya dengan tulus hati { AL Baqarah :2: 162}
Dari ke empat kata tersebut di atas, menuju suatu titik kata : A’bidah عبده yaitu menyembah sesuatu, dan siap mengorbankan apa saja bahkan dengan jiwa dan raga. Demi Cinta yang bisa menentramkan dan memberikan keselamatan.
Berangkat dari Makna bahasa tersebut di atas, maka makna Illah adalah :
1. Al Marghuwbu المرغوب: Sesuatu yang di harapkan, karena dapat mengabulkan permintaan orang yang berharap kepada-Nya.
2. Al Marhuwbu المرهوب : Sesuatu yang di takuti, karena Ia Hebat.
3. Al Matbuw’u المتبوع : Sesuatu yang di ikuti, karena Ia Maha mengetahui. Dan Petunjuknya adalah benar.
4. Al Mahbuwbu المحبوب : Sesuatu yang di cintai, karena Rahmat dan Kasih Sayangnya. Cinta-Nya amat besar dan luas, terhadap hamba hambanya.
5. Al Ma’bud المعبود : Sesuatu yang disembah. Karena Raja Semesta Alam Raya.
Apakah makna sebenarnya Illah , Definisi Kata Illah- merujuk pada Bahasa Arab, yaitu (Aliha) yang berasal dari akar kata ( Alif, Lam, dan Ha) – Alihahu yaitu :
a. Sakana Ilaihi سكن إليه : Merasa Tentram, dan Nyaman serta Enggan Meninggal kan-Nya. { Yunus : 10: 7 }
b. Istijaarabih إستجاربه : Berlindung dengan sesuatu karena kagum akan Kekuatan yang maha dahsyat. { Al Jinn 72: 6 }
c. Isytaaqa ilaihi إشتاق إليه : Rindu amat sangat, rasa aman sehingga berusaha untuk selalu dekat dengannya. Makna ini dapat kita temui, dalam pernyataan kaum Musa yang mengatakan di dalam { QS AL Araf 7: 138 }
d. Wuli’a bihi ولع به: Sangat Mencintainya dengan tulus hati { AL Baqarah :2: 162}
Dari ke empat kata tersebut di atas, menuju suatu titik kata : A’bidah عبده yaitu menyembah sesuatu, dan siap mengorbankan apa saja bahkan dengan jiwa dan raga. Demi Cinta yang bisa menentramkan dan memberikan keselamatan.
Berangkat dari Makna bahasa tersebut di atas, maka makna Illah adalah :
1. Al Marghuwbu المرغوب: Sesuatu yang di harapkan, karena dapat mengabulkan permintaan orang yang berharap kepada-Nya.
2. Al Marhuwbu المرهوب : Sesuatu yang di takuti, karena Ia Hebat.
3. Al Matbuw’u المتبوع : Sesuatu yang di ikuti, karena Ia Maha mengetahui. Dan Petunjuknya adalah benar.
4. Al Mahbuwbu المحبوب : Sesuatu yang di cintai, karena Rahmat dan Kasih Sayangnya. Cinta-Nya amat besar dan luas, terhadap hamba hambanya.
5. Al Ma’bud المعبود : Sesuatu yang disembah. Karena Raja Semesta Alam Raya.
Ma’rifat kepada Allah adalah Kunci untuk membentuk pribadi Muslim dan Muslimah yang mendorong senantiasa bermoral Tinggi, Berkemauan keras dan Mawas diri. Karakteristik Pribadi seorang Muslim dan Muslimah adalah :
1. Berserah diri kepada ALLAH.SWT. dengan Totalitas dan Ikhlash.
2. Tidak Tergiur oleh Harta dan Hawa Nafsu.
3. Menumbuhkan rasa tinggi, IZZAH Terhadap selain ALLAH SWT.
4. Menganggap Enteng segala bentuk kemewahan.
5. Mengangap enteng Maut.
{ An Naas 114: 1-3}
Oleh karena itu, pengertian kalimat : Laa Ilaaha illallah, mencangkup keseluruhan af’al, tindakan, Kalimat Laa ilaaha illallah mengandung makna :
1. Laa Khaliqa illallah لا خلق الا الله ( Tiada Pencipta selain ALLAH)
2. Laa Malika Illallah لا ملك الا الله (Tiada Raja kecuali ALLAH)
3. Laa Hakima illallah لا حكيم الا الله (Tiada Tujuan selain ALLAH)
4. Laa Ghaayata illallah لا غاية الا الله (Tiada Sandaran selain ALLAH )
5. Laa Ma’buda illallah لا معبود الا الله ( Tiada Sesembahan selain ALLAH
1. Berserah diri kepada ALLAH.SWT. dengan Totalitas dan Ikhlash.
2. Tidak Tergiur oleh Harta dan Hawa Nafsu.
3. Menumbuhkan rasa tinggi, IZZAH Terhadap selain ALLAH SWT.
4. Menganggap Enteng segala bentuk kemewahan.
5. Mengangap enteng Maut.
{ An Naas 114: 1-3}
Oleh karena itu, pengertian kalimat : Laa Ilaaha illallah, mencangkup keseluruhan af’al, tindakan, Kalimat Laa ilaaha illallah mengandung makna :
1. Laa Khaliqa illallah لا خلق الا الله ( Tiada Pencipta selain ALLAH)
2. Laa Malika Illallah لا ملك الا الله (Tiada Raja kecuali ALLAH)
3. Laa Hakima illallah لا حكيم الا الله (Tiada Tujuan selain ALLAH)
4. Laa Ghaayata illallah لا غاية الا الله (Tiada Sandaran selain ALLAH )
5. Laa Ma’buda illallah لا معبود الا الله ( Tiada Sesembahan selain ALLAH
REFERENSI KITAB
Abdullah Aly, dkk. 1996. Studi Islam I. Serial Al Islam dan Kemuhammadiyahan. Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri, 1419 H. Minhajul Muslim. Darussalam: (Saudi Arabia)
Ilyas, Yunahar. 2005. AL-Islam dan Kemuhammadiyahan. Yogjakarta. ——————-.2010. Kuliah Aqidah Islam. LPPI-UMY: Yogyakarta
Imam Muhyiddin an Nahas. 1419 H .Tanbihul Ghafilin. Daarul Ihya: Jasiman. 2011.Mengenal dan Memahami Islam. Era Adi Citra Media. Surakarta.
Khaled, Amr. 2012. Buku Pintar Akhlaq. Jakarta: PT Zaman Publishing LSI UMS. Surakarta.
Raism, Amin. 1995. Agama Islam. PAI Muhammadiyah Jamaah Shalahudin UGM, Jogjakarta.
Rukmana, Aan. Dkk. 2012. Mengenal Islam Jalan Tengah, Buku Daras Pendidikan Tinggi Agama Islam. Jakarta: PT Dian Rakyat Saudi Arabia)
Shalih Bin Fauzan AL-Fauzan. 1431 H. Aqidatu Tauhid Kitabu Tauhid lis-Shaff Awwal-Atsany Wa-Aly. Dar Qurtub. Riyad
Sheikh Mohammed Bin Saleh AL-Uthaimin. 1419 H . Aqidah Islam. Saudi Arabia
Syaikh Abdurrahman Ibn Hasan, 1414 H. Fathul Majid Sarah Kitab Tauhid, Dar Zamzam Riyad
MAKNA KALIMAT BASMALLAH
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
KITAB : Tafsir Basmalah
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
KITAB : Tafsir Basmalah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Oleh : Mamdukh Budiman.S.S.Lc
Kehidupan manusia mempunyai waktu 24 jam /Hari, dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, selama 24 jam, kita beraktifitas secara penuh, namun ada hal yang sering kita lupakan entah baik lupa atau memang kita sengaja, sebagi seorang Muslim, selayaknyalah dan seharusnya kita mengikrarkan diri kita kehambaan kepada Allah SWT secara totalitas dan konsekuen, yakni dengan (MoU) Memorendum of Understanding dengan Allah SWT, konsep tersebut sudah merupakan bentuk Ikrar kita yang harus kita atuhi, aktifitas kita tidak terlepas dari pengawasan Allah SWT, pengucapan kalimat Basmallah merupakan dasar foundation hati, lisa, fikir, dan amaliyah dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita lupa maka kalimat Basmallah hanya sebagai layanan bibir kita, bukan penghambaan TAUHID RUBUBBIYAH.
Tinjauan Kalimat Basmallah
Jar majrur (bi ismi) di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya anda membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”.
Kita katakan (dalam kaidah bahasa Arab) bahwa jar majrur harus memiliki kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil.
Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di belakang:
Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah Azza wa Jalla.
Kedua : Pembatasan maksud, karena meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi membatasi makna. Seolah engkau berkata : “Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap berkah dengannya dan untuk meminta pertolongan darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”.
Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh karena itulah kata benda tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Lalu mengapa kita katakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
وَمَنْ كَانَ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ- عَلَى اسْمِ اللَّهِ-
“Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah“ Atau : “Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah
Lafzhul Jalalah (اللهِ).
Merupakan nama bagi Allah Rabbul Alamin, selain Allah tidak boleh diberi nama denganNya. Nama ‘Allah’ merupakan asal, adapun nama-nama Allah selainnya adalah tabi’ (cabang darinya).
Tinjauan Kalimat Basmallah
Jar majrur (bi ismi) di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya anda membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”.
Kita katakan (dalam kaidah bahasa Arab) bahwa jar majrur harus memiliki kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil.
Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di belakang:
Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah Azza wa Jalla.
Kedua : Pembatasan maksud, karena meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi membatasi makna. Seolah engkau berkata : “Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap berkah dengannya dan untuk meminta pertolongan darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”.
Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh karena itulah kata benda tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Lalu mengapa kita katakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
وَمَنْ كَانَ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ- عَلَى اسْمِ اللَّهِ-
“Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah“ Atau : “Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah
Lafzhul Jalalah (اللهِ).
Merupakan nama bagi Allah Rabbul Alamin, selain Allah tidak boleh diberi nama denganNya. Nama ‘Allah’ merupakan asal, adapun nama-nama Allah selainnya adalah tabi’ (cabang darinya).
Ar-Rahmaan (الرَّحْمنِ)
Yakni yang memiliki kasih sayang yang maha luas. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’laan, yang menunjukkan keluasannya.
Yakni yang memiliki kasih sayang yang maha luas. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’laan, yang menunjukkan keluasannya.
Ar-Rahiim (الرَّحِيمِ)
Yakni yang mencurahkan kasih sayang kepada hamba-hamba yang dikehendakiNya. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’iil, yang menunjukkan telah terlaksananya curahan kasih saying tersebut. Di sini ada dua penunjukan kasih sayang, yaitu kasih sayang merupakan sifat Allah, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahmaan’ dan kasih sayang yang merupakan perbuatan Allah, yakni mencurahkan kasih sayang kepada orang-orang yang disayangiNya, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahiim’. Jadi, Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiiim adalah dua Asma’ Allah yang menunjukkan Dzat, sifat kasih sayang dan pengaruhnya, yaitu hikmah yang merupakan konsekuensi dari sifat ini.
Kasih sayang yang Allah tetapkan bagi diriNya bersifat hakiki berdasarkan dalil wahyu dan akal sehat. Adapun dalil wahyu, seperti yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang penetapan sifat Ar-Rahmah (kasih sayang) bagi Allah, dan itu banyak sekali. Adapun dalil akal sehat, seluruh nikmat yang kita terima dan musibah yang terhindar dari kita merupakan salah satu bukti curahan kasih sayang Allah kepada kita.
Sebagian orang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki ini. Mereka mengartikan kasih sayang di sini dengan pemberian nikmat atau kehendak memberi nikmat atau kehendak memberi nikmat. Menurut akal mereka mustahil Allah memiliki sifat kasih sayang. Mereka berkata: “Alasannya, sifat kasih sayang menunjukkan adanya kecondongan, kelemahan, ketundukan dan kelunakan. Dan semua itu tidak layak bagi Allah”.
Bantahan terhadap mereka dari dua sisi:
Pertama : Kasih sayang itu tidak selalu disertai ketundukan, rasa iba dan kelemahan. Kita lihat raja-raja yang kuat, mereka memiliki kasih sayang tanpa disertai hal itu semua.
Kedua : Kalaupun hal-hal tersebut merupakan konsekuensi sifat kasih sayang, maka hanya berlaku pada sifat kasih sayang yang dimiliki makhluk. Adapun sifat kasih sayang yang dimiliki Al-Khaliq سبحانه و تعالى adalah yang sesuai dengan kemahaagungan, kemahabesaran dan kekuasanNya. Sifat yang tidak akan berkonsekuensi negative dan cela sama sekali.
Kemudian kita katakan kepada mereka : Sesungguhnya akal sehat telah menunjukkan adanya sifat kasih sayang yang hakiki bagi Allah سبحانه و تعالى. Pemandangan yang sering kita saksikan pada makhluk hidup, berupa kasih sayang di antara mereka, jelas menunjukkan adanya kasih sayang Allah. Karena kasih sayang merupakan sifat yang sempurna. Dan Allah lebih berhak memiliki sifat yang sempurna. Kemudian sering juga kita saksikan kasih sayang Allah secara khusus, misalnya turunnya hujan, berakhirnya masa paceklik dan lain sebagainya yang menunjukkan kasih sayang Allah سبحانه و تعالى.
Lucunya, orang-orang yang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki dengan alasan tidak dapat diterima akal atau mustahil menurut akal, justru menetapkan sifat iradah (berkehendak) yang hakiki dengan argumentasi akal yang lebih samar daripada argumentasi akal dalam menetapkan sifat kasih sayang bagi Allah. Mereka berkata : “Keistimewaan yang diberikan kepada sebagian makhluk yang membedakannya dengan yang lain menurut akal menunjukkan sifat iradah”. Tidak syak lagi hal itu benar. Akan tetapi hal tersebut lebih samar disbanding dengan tanda-tanda adanya kasih sayang Allah. Karena hal tersebut hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang pintar. Adapun tanda-tanda kasih sayang Allah dapat diketahui oleh semua orang, tidak terkecuali orang awam. Jika anda bertanya kepada seorang awam tentang hujan yang turun tadi malam : “Berkat siapakah turunnya hujan tadi malam ?” Ia pasti menjawab : “berkat karunia Allah dan rahmatNya”
Yakni yang mencurahkan kasih sayang kepada hamba-hamba yang dikehendakiNya. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’iil, yang menunjukkan telah terlaksananya curahan kasih saying tersebut. Di sini ada dua penunjukan kasih sayang, yaitu kasih sayang merupakan sifat Allah, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahmaan’ dan kasih sayang yang merupakan perbuatan Allah, yakni mencurahkan kasih sayang kepada orang-orang yang disayangiNya, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahiim’. Jadi, Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiiim adalah dua Asma’ Allah yang menunjukkan Dzat, sifat kasih sayang dan pengaruhnya, yaitu hikmah yang merupakan konsekuensi dari sifat ini.
Kasih sayang yang Allah tetapkan bagi diriNya bersifat hakiki berdasarkan dalil wahyu dan akal sehat. Adapun dalil wahyu, seperti yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang penetapan sifat Ar-Rahmah (kasih sayang) bagi Allah, dan itu banyak sekali. Adapun dalil akal sehat, seluruh nikmat yang kita terima dan musibah yang terhindar dari kita merupakan salah satu bukti curahan kasih sayang Allah kepada kita.
Sebagian orang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki ini. Mereka mengartikan kasih sayang di sini dengan pemberian nikmat atau kehendak memberi nikmat atau kehendak memberi nikmat. Menurut akal mereka mustahil Allah memiliki sifat kasih sayang. Mereka berkata: “Alasannya, sifat kasih sayang menunjukkan adanya kecondongan, kelemahan, ketundukan dan kelunakan. Dan semua itu tidak layak bagi Allah”.
Bantahan terhadap mereka dari dua sisi:
Pertama : Kasih sayang itu tidak selalu disertai ketundukan, rasa iba dan kelemahan. Kita lihat raja-raja yang kuat, mereka memiliki kasih sayang tanpa disertai hal itu semua.
Kedua : Kalaupun hal-hal tersebut merupakan konsekuensi sifat kasih sayang, maka hanya berlaku pada sifat kasih sayang yang dimiliki makhluk. Adapun sifat kasih sayang yang dimiliki Al-Khaliq سبحانه و تعالى adalah yang sesuai dengan kemahaagungan, kemahabesaran dan kekuasanNya. Sifat yang tidak akan berkonsekuensi negative dan cela sama sekali.
Kemudian kita katakan kepada mereka : Sesungguhnya akal sehat telah menunjukkan adanya sifat kasih sayang yang hakiki bagi Allah سبحانه و تعالى. Pemandangan yang sering kita saksikan pada makhluk hidup, berupa kasih sayang di antara mereka, jelas menunjukkan adanya kasih sayang Allah. Karena kasih sayang merupakan sifat yang sempurna. Dan Allah lebih berhak memiliki sifat yang sempurna. Kemudian sering juga kita saksikan kasih sayang Allah secara khusus, misalnya turunnya hujan, berakhirnya masa paceklik dan lain sebagainya yang menunjukkan kasih sayang Allah سبحانه و تعالى.
Lucunya, orang-orang yang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki dengan alasan tidak dapat diterima akal atau mustahil menurut akal, justru menetapkan sifat iradah (berkehendak) yang hakiki dengan argumentasi akal yang lebih samar daripada argumentasi akal dalam menetapkan sifat kasih sayang bagi Allah. Mereka berkata : “Keistimewaan yang diberikan kepada sebagian makhluk yang membedakannya dengan yang lain menurut akal menunjukkan sifat iradah”. Tidak syak lagi hal itu benar. Akan tetapi hal tersebut lebih samar disbanding dengan tanda-tanda adanya kasih sayang Allah. Karena hal tersebut hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang pintar. Adapun tanda-tanda kasih sayang Allah dapat diketahui oleh semua orang, tidak terkecuali orang awam. Jika anda bertanya kepada seorang awam tentang hujan yang turun tadi malam : “Berkat siapakah turunnya hujan tadi malam ?” Ia pasti menjawab : “berkat karunia Allah dan rahmatNya”
KULTUM (Rabu, 23 Januari 2013)
AL ASHAR-ANALISIS BAHASA ARAB
Oleh Mamduh Budiman, S.S., Lc.
والعصر (1)
إن الإنسن لفى خسر(2)
إلاّ الذين ءامنوا وعملوا الصلحت وتواصوا بالحق وتواصوابالصبر (3)
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
وَالْعَصْرِ
(wal ashri) dalam terjemahan depag diartikan “demi masa”, al-ashri artinya masa.
Tinjauan lughah, al-ashri mengandung tiga arti:
1. Az-zaman (zaman/masa)
2. Al-umru (umur/usia)
3. Al-waqtu (waktu; jam, menit, detik dst).
1. Az-zaman (zaman/masa)
2. Al-umru (umur/usia)
3. Al-waqtu (waktu; jam, menit, detik dst).
Al-ashr adalah sesuatu yang paling berharga yang dikaruniakan Allah pada manusia. Sebab dengan al-ashr manusia dapat beribadah kepada Allah ta’ala, dengan adanya al-ashr Allah di ibadahi.
Sedangkan menurut Muhammad Abdul Jawwad, 183; 2004
Waktu : “waktu adalah sumber daya yang paling berharga yang tak mungkin tergantikan serta tak mungkin disimpan tanpa digunakan
Hasan Al Banna
“Waktu adalah kehidupan. Kehidupan manusia tidak lain adalah waktu yang ia lewati dari saat ia dilahirkan sampai meninggal”
Jika manusia memanfaatkan secara maksimal umurnya, waktunya dan hari-hari yang dia lalui untuk menegakkan dan meninggikan kalimat tauhid, maka dia telah memperoleh mutiara yang paling berharga dan mulia; al-ashr. Kemudian, tentu kita bertanya-tanya, mengapa Allah bersumpah dengan sesuatu yang sangat berharga ini. Sesuatu yang dibutuhkan oleh seluruh manusia baik mukmin maupun kafir.
Sumpah (Muchotob Hamzah, 2003: 207) Sumpah atau al-qasam merupakan suatu hal atau kebiasaan bangsa Arab dalam berkomunikasi untuk menyakinkan lawan bicaranya. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh bangsa Arab merupakan suatu hal yang oleh al-Qur’an direkonstruksi bahkan ada yang didekonstruksi nilai dan maknanya. Sedangkan dalam Muhammadiyah Sumpah di dalam bahasa Arab disebut: al-yamín atau al-hilf ialah kata-kata yang diucapkan dengan menggunakan nama Allah atau sifat-Nya untuk memperkuat suatu hal. Begitu juga dengan makna Sumpahm Menurut bahasa, aqsammerupakan bentuk jamak dari kata qasam, yang berarti sumpah. Sedangkan menurut istilah, aqsam dapat diartikan sebagai ungkapan yang dipakai guna memberikan penegasan atau pengukuhan suatu pesan dengan menggunakan kata-kata qasam. Namun dengan pemakaiannya, para ahli ada yang hanya yang menggunakan istilah al-Qasam saja, seperti dalam kitab al-Burhan fii Ulumil Qur’an karangan Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi. Ada juga yang meng-idofat-kannya dengan al-Qur’an, sehingga menjadi Aqsam al-Qur’an, seperti yang dipakai dalam kitab al-Itqan fi Ulumil Qur’an karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kedua istilah tersebut hanya berbeda pada konteks pemakaian katanya saja, sedangkan maksudnya tidak jauh berbeda.
Jawabnya pada ayat selanjutnya sebagai jawabul qasam (jawab sumpah).
إِنَّ الإْنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian”, kemudian mari kita sempurnakan terjemahannya.
Ayat ini memiliki dua tau’kid (penguat) yaitu; inna (yang artinya sesungguhnya) dan la taukid (dalam la-fi yang artinya benar-benar atau sungguh). Al-insana, artinya manusia (itu), di sini ada al ma’rifah (al) yang memiliki fungsi sebagai al lijinsi (menyeluruhkan, mengglobalkan). Jadi al-insana artinya: seluruh/semua manusia.
Maka terjemahan yang lebih sempurna yaitu: Sesungguhnya seluruh manusia (tanpa terkecuali) itu benar-benar dalam kerugian.
Jika kita sambungkan dengan ayat 1 maka kita akan mendapatkan tiga taukid (penguat), yaitu:
1.Taukid pertama adalah harfu qassam(wa/wawu), sumpah.
2.Taukid kedua adalah harfu inna, sesungguhnya.
3.Taukid ketiga adalah harfu la taukid, benar-benar/sungguh.
2.Taukid kedua adalah harfu inna, sesungguhnya.
3.Taukid ketiga adalah harfu la taukid, benar-benar/sungguh.
Dalam kalimat yang sangat pendek Allah mengumpulkan tiga taukid, pasti ada sesuatu yang besar dibalik semua ini. Sebab itu, surat al-ashri ini pastilah berupa jawaban telak bagi manusia-manusia yang telah mengingkari. Pengingkaran terhadapa apa? Terhadap jawabul qasam (ayat 2, yaitu pernyataan Allah seluruh manusia dalam kerugian)
Ya, orang musyrik dan kafir termasuk munafikin dan murtadin, dengan virus kesyirikan dan pembelotan mereka pada risalah, ternyata mengklaim sebagai ashabun najah (golongan yang selamat). Mereka merasa yakin bahwa merekalah manusia-manusia yang mendapat petunjuk dan apabila mereka nanti mati, mereka akan bahagia masuk surga.
Mari kita teliti kembali susunan kalimat ini. Mereka dalam mengungkapkan penolakan kekafiran dan jahanam sebagai tempat kembali mereka dengan tiga taukid, yaitu:
1.La taukid dalam la-in
2.harfu Inna
3.La taukid dalam lal husna
2.harfu Inna
3.La taukid dalam lal husna
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
Ada tiga taukid
Pernyataan musyrikin ini dipatahkan dengan telak dengan gaya surat al-ashri, bahkan taukid dalam al-ashri lebih tegas karena adanyawawu qasam (sumpah). Allah bersumpah dengan tiga sumpah sekaligus yaitu; zaman, umur dan waktu. maka Allah dengan tegas menyatakan bahwa SELURUH manusia dalam kerugian tanpa terkecuali. Pada ayat 2 ini orang musyrik dibuat bingung. Seluruh manusia rugi, berarti termasuk golongan mukmin juga rugi. Lah bagaimana ini? Kok bisa tidak ada satupun golongan yang beruntung?
Inilah termasuk salah satu gaya kekuatan bahasa Al-Qur’an, membuat orang terkejut sehingga mereka bertanya-tanya dan menyiapkan diri menyimak perkataan Allah selanjutnya:
الاّ الذين
(Seluruh manusia rugi) kecuali orang-orang yang….
1.Beriman (maknanya berilmu)
2.Beramal shalih (Menolong Sesama Mukmin, dlm Ilmu, Sosial, Materi) 3.Berdakwah
4.Sabar dalam ujian Hidup
1.Beriman (maknanya berilmu)
2.Beramal shalih (Menolong Sesama Mukmin, dlm Ilmu, Sosial, Materi) 3.Berdakwah
4.Sabar dalam ujian Hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar