PENGAJIAN TAFSIR ALQURANUL KARIM
MASJID BAITURRAHIM RW 02, TANDANG, TEMBALANG, SEMARANG:
OLEH; M. DANUSIRI danusiri.dosen.unimus.ac.id
MASJID BAITURRAHIM RW 02, TANDANG, TEMBALANG, SEMARANG:
OLEH; M. DANUSIRI danusiri.dosen.unimus.ac.id
1. Membuka pengajian dengan memberi salam kepada jamaah
2. Prolog dengan hamdalah, syahadat, shalawat, wasiat takwa, dan membuka pengajian dengan membaca basmalah secara jamaah.
3. Membaca ayat kajian secara berjamaah
4. Menunjuk dua orang secara acak untuk mengulangi membaca secara bergantian.
5. Membetulkan beberapa kesalahan baca baik dari aspek makhrijul huruf maupun aspek tajwid
6. Menjeleaskan dan mempraktikkan cara pengucapan huruf sin, syin, shad, dan tas’; selanjutnya menjelaskan tentang pengucapan lam jalalah.
7. Penerapan tafsir tahlili, selanjutnya bisa berkembang kepada metode lain maupun corak tafsir, mengikuti arah proses interaktif dari para jamaah.
8. Teks-teks kajian sebagai berikut:
91. Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.” Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.
2. Prolog dengan hamdalah, syahadat, shalawat, wasiat takwa, dan membuka pengajian dengan membaca basmalah secara jamaah.
3. Membaca ayat kajian secara berjamaah
4. Menunjuk dua orang secara acak untuk mengulangi membaca secara bergantian.
5. Membetulkan beberapa kesalahan baca baik dari aspek makhrijul huruf maupun aspek tajwid
6. Menjeleaskan dan mempraktikkan cara pengucapan huruf sin, syin, shad, dan tas’; selanjutnya menjelaskan tentang pengucapan lam jalalah.
7. Penerapan tafsir tahlili, selanjutnya bisa berkembang kepada metode lain maupun corak tafsir, mengikuti arah proses interaktif dari para jamaah.
8. Teks-teks kajian sebagai berikut:
91. Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.” Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.
92. Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya[492] dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.
9. Ringkasan
a. orang-orang kafir Quraish, masyarakat Nabi Muhammad, tidak mempercayai kisah-kisah Nabi terdahulu yang karena ketauhidan, istikomah dalam ketauhidan, kesabaran dan ketabahannya dalam menjalankan tugas dan perintah Allah dalam berdakwah yang akhirnya memperoleh gelaran muhsinun, shalihin, atau berbagai hikmah tidak mempercayai sama sekali terhadap dakwah Rasulullah Muhammad ini.
b. Mereka, orang Yahudi dan Nasrani juga berani menentang Allah seraya mengatakan bahwa Allah itu tidak menurunkan apa pun kepada manusia. Ucapan ini sebenarnya menentang keras dakwah Rasulullah, bahwa Alquran yang dibawa itu buatan Muhammad sendiri.
c. Allah memerintah kepada Nabi Muhammad supaya menjawab kepada para penentangnya, orang Yahudi, Nasrani, dan kafir Quraish sendiri dengan mengajukan pertanyaan “Siapakah yang menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa, yang dengan kitab itu menjadi pelita caha iman dan petunjuk kepada manusia?
d. Mereka tidak menjawabnya dan kokoh dalam kekufurannya, selanjutnya Rasulullah (dalam bahasa Jawa), meleh-melehke justru mengurangi, menambahi, dan merubah isi kitab suci, dalam hal ini Taurat.
e. Sebenarnya mereka itu sudah mengetahui outentisitas dan orisinalitas teks maupun isi kitab suci itu dari leluhur mereka. Jadi mereka memang sengaja memutarbalikkan isi kitab. Alquran datang mengembalikan isi kitab-kitab terdahulu sehingga isi kitab terdahulu dengan kitab Alquran itu sebenarnya sama, yaitu sama-sama mengajarkan tentang ketauhidan (monoteisme0 yang berakar pada Nabi Ibrahim.
f. Karena mereka tidak mau mendengar seruan Nabi Muhammad untuk diajak kembali kepada keberagamaan yang benar, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad supaya membiarkan mereka bermain-main dengan kesesatan.
g. Kemudian Allah menyatakan bahwa Alquran itu kitab penuh dengan berkah, seiring isinya dengan kitab-kitab terdahulu, dan supaya didakwahkan, disosialialisasikan kepada orang Makkah (ummul Qura’) dan lingkungannya, atau dengan kata lain yang mau menerima seruan itu, tidak perlu memaksa-maksa.
h. Dakwah di kalangan Ummul Qura’ dan masyarakat sekelilingnya ini ini juga terdapat dua golongan besar, ada yang menolak dan ada yang menerima. Golongan yang menerima langsung beriman, meskipun kepada hari akhir – suatu hari yang sulit dipahami oleh akal dengan segala dimensinya. Selanjutnya mereka menjaga shalat-shalat mereka di atas pondasi iman kepada hari akhir itu.
i. Pengertian menjaga shalat itu, bukan hanya sekedar melaksanakan shalat, melainkan lebih dari itu, umpama jangan sampai lupa tidak shalat, jangan sampai tidak shalat berjamaah, jangan sampai tidak khusyu’ dalam shalat, jangan sampai tidak memahami arti makna bacaan yang diucapkan dalam shalat, jangan sampai hanya sekedar mengejar jumlah rakaat dalam shalat, jangan sampai hanya memburu fadhilah shalat tetapi tidak mengetahui larangan-larangan yang merusak keutamaan shalat, jangan sampai tidak menambah shalat-shalat tathawwu’, jangan sampai menambah shalat sendiri di luar yang ditentukan, jangan sampai hanya melaksanakan shalat ala kadarnya, jangan sampai melakukan shalat dengan kemalasan, jangan sampai shalat hanya terpaksa, perkewuh atau tujuan-tujuan lain non lillahi Ta’ala. Jadi ‘menjaga shalat’ itu adalah melaksanakan shalat secara ideal, sesuai tuntunan Rasulullah. Shalat dalam keadaan darurat, boleh dilaksanakn sesuai kesulitannya, umpama dalam bepergian, dalam keadaan sakit, atau masyaqqat-masyaqqat lain. Namun demikian, penghayatan ruhani tetap harus dalam keadaan ihsan, khusyu’, dan hati yang hudlur ila-llah.
9. I’tibar
Ayat-ayat tersebut dapat dipahami sebagai seperangkat kisah umat terdahulu, ada actor atau pelaku kisah(sejarah) dan pola akhir ceritanya. Para actor kebaikan memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan dunia maupun akhirat (happy ending), sementara yang memerankan kejahatan berakhir dengan tragedy, seiksa pedih, dan kekal dalam penderitaan.
10. Pengajian ditutup dengan doa bersama dipimpin oleh nara sumber, dilanjutkan hamdalah , dan doa koor kafaratul majlis. Terakhir kali adalah penutupan dengan salam. Pengajian dinyatakan selesai.
Semarang, 6 Februari 2012.
M. Danusiri.
—————–
Tidak ada komentar:
Posting Komentar